CIBINONG-Wakil Bupati Karyawan Faturrahman (KF) menilai langkah panitia
khusus (pansus) penataan pasar tradisional dan modern untuk melakukan
moratorium terlalu berlebihan atau lebay. Menurut KF, Peraturan Bupati
(perbup) No 16 Tahun 2011 masih cukup kuat menahan dampak buruk
menjamurnya minimarket.
“Tidak perlu moratorium. Berlakukan saja perbup secara utuh. Kalau kita
baca tuntas perbupnya, maka akan jelas. Kita (pemkab) tidak pernah
mengeluarkan izin sampai 20 persennya sekalipun,” tegas KF kepada Radar
Bogor, kemarin.
Menurut dia, peraturan yang telah dibentuk pemerintah sudah cukup jelas
dan kuat. Berdasarkan pantauan dan pengawasan, para pengusaha minimarket
yang bandel telah diberikan surat peringatan hingga sanksi penutupan
sementara. Bahkan, muspika di masingmasing kecamatan sudah berkali-kali
menutup paksa minimarket.
Namun hal itu tidak manjur, karena sejumlah pengusaha selalu memiliki
cara berkelit agar toko mereka bisa kembali beroperasi. “Persoalannya
adalah siasat kaum kapitalis (pengusaha) terhadap warga sekitar yang
miskin, seolah-olah warga memberikan izin lingkungan. Muspika sering
menghentikan pembangunan minimarket dan menutup toko yang sedang buka,
tapi hanya bertahan tiga hari, setelah itu buka lagi,” papar ketua DPC
PDIP ini.
KF kembali mengingatkan, banyak dampak buruk keberadaan minimarket
terhadap warung kecil dan pasar tradisional. Menurut dia, minimarket
adalah bentuk kapitalisme yang tak dirasakan secara langsung dampak
positif bagi masyarakat kecil. Analoginya, 400 minimarket di Bumi Tegar
Beriman membawa uang dari Bogor untuk dinikmati para pengusaha di
Jakarta.
Tepisah, pansus penataan pasar tradisional dan modern keukeuh mengusulkan adanya moratorium izin minimarket.
Ketua Pansus Iwan Setiawan mengatakan, usulan adanya moratorium adalah
untuk menyelesaikan semua permasalahan toko modern dan minimarket
sebelum peraturan daerah (perda) dibuat. Mengingat, banyak permasalahan
yang belum dibereskan oleh minimarket yang sudah ada.
“Kami minta urusan yang belum selesai seperti izin-izin segera diurus.
Jangan sampai perda dibuat tapi minimarket yang ada masih banyak yang
bermasalah. Selesaikan dulu itu. Kalau perlu bongkar saja minimarket
yang bandel,” kata Iwan yang juga ketua DPC Gerindra ini.
Sebelumnya, dikabarkan bahwa keberadaan minimarket membuat DPRD gerah. Pro-kontra minimarket membuat
Panitia Khusus (pansus) III tentang penataan pasar tradisional dan
modern, mengusulkan adanya penghentian sementara (moratorium) izin
minimarket.
“Sudah, lebih baik dimoratorium saja. Dibiarkan malah menjamur, dilarang
juga ga mempan,” tegas anggota Pansus III, Erwin Najjamudin kepada
Radar Bogor, kemarin.
Menurut dia, moratorium bisa menjadi langkah tepat untuk mengatasi
polemik minimarket di Bumi Tegar Beriman. Seperti diketahui, di satu
sisi keberadaan minimarket dinilai merugikan pasar tradisional dan
warung kecil. Sementara di sisi lain, menjamurnya minimarket dipandang
sebagai langkah pemkab mendukung dunia investasi.
“Kalau dibiarkan berlarut-larut, polemiknya gak akan selesaiselesai. Sementara dikeluhkan tapi jumlahnya bertambah,” ungkapnya.
Erwin mengatakan, saat ini Pansus III tengah mengkaji keberadaan pasar
modern seperti Alfamart, Indomart, Hypermart dan sejumlah toko modern
lainnya. Ide yang muncul adalah, perlu tidaknya dilakukan moratorium
dari sisi perizinan. Kajian terhadap toko modern akan dilakukan secara
perspektif yuridis maupun sosiologis.
“Harapannya tentu supaya pasar modern tidak menggejala ke pedesaan
secara sporadis dan masif, tanpa ada sistem kontrol dari pemkab,”
paparnya.
Menurutnya, sebaiknya bupati atau wakil bupati juga harus mulai
memperhitungkan dampak maraknya pasar modern terhadap pelaku ekonomi
kecil di pedesaan. Berdasarkan pelbagai kajian, mayoritas anggota pansus
setuju dengan usulan moratorium hingga batas waktu yang belum
ditentukan.
sumber : zack/radar bogor












0 comments:
Post a Comment